Kamis, 06 Oktober 2016

Fuel Cell

Apa itu Fuel cell?

Fuel cell adalah suatu alat yang menghasilkan listrik dari reaksi kimia. Setiap fuel cell memiliki dua elektroda, satu positif (anoda) dan satu negatif (katoda). Reaksi yang menghasilkan listrik terjadi di elektroda – elektroda tersebut.

Setiap fuel cell juga memiliki elektrolite, yang membawa partikel listrik dari satu elektroda ke elektroda lainnya, dan sebuah katalis yang mempercepat reaksi pada elektroda.

Hidrogen adalah bahan bakar utama, tetapi fuel cell juga membutuhkan oksigen. Satu hal yang menarik dari fuel cell adalah ia dapat menghasilkan listrik dengan angka polusi yang sangat kecil.

Sebuah fuel cell memproduksi listrik DC dengan jumlah yang sedikit sehingga pada prakteknya, fuel cell biasanya digabungkan.

Bagaimana fuel cell bekerja?

Tujuan dari fuel cell adalah untuk menghasilkan arus listrik yang bisa digunakan untuk menghasilkan kerja, seperti memberi daya pada motor, lampu bohlam, atau bahkan kebutuhan listrik di kota. Karena sifat listrik, arus listrik kembali ke fuel cell, menyelesaikan circuit listrik. Reaksi kimia yang memproduksi arus ini merupakan kunci bagaimana fuel cell bekerja.

Terdapat beberapa jenis fuel cell, dan setiap fuel cell bekerja dengan cara yang sedikit berbeda. Namun secara umum, atom hidrogen masuk ke fuel cell pada anoda dimana reaksi kimia membuat elektron pada hidrogen terlepas. Ini menyebabkan atom hidrogen menjadi terionisasi dan membawa muatan positif. Elektron bermuatan negatif melewati kawat sehingga terjadinya kerja. Jika arus AC (Alternating Current) dibutuhkan, output DC pada fuel cell harus diubah menggunakan alat pengkonversi  yang disebut converter.

Oksigen memasuki fuel cell pada katoda dan pada beberapa tipe fuel cell, disana oksigen bertemu dengan elektron yang kembali dari circuit elektrik dan juga bertemu ion hidrogen berasal dari anoda yang sudah melewati elektrolite. Pada tipe fuel cell lain, oksigen membawa elektron dan kemudian melewati elektrolyte menuju anoda, dimana ia bertemu dengan ion hidrogen.

Electryolyte memiliki peranan penting. Electrolyte harus mengijinkan hanya ion yang sesuai untuk lewat antara anoda dan katoda. Jika elektron bebas atau substansi lain dapat melewati electrolyte, mereka akan mengganggu reaksi kimia.

Selama fuel cell disupplai oleh hidrogen dan oksigen, fuel cell akan menghasilkan listrik.

Bahkan, dikarenakan fuel cell menghasilkan listrik secara kimia, bukan secara pembakaran atau combustion, ia tidak terpengaruh oleh hukum termodinamika yang membatasi pembangkit listrik konvensional. Terlebih lagi, fuel cell lebih efisien dalam mengekstrak energi dari bahan bakar. Panas yang terbuang dari beberapa cell juga dapat dimanfaatkan, sehingga meningkatkan efisiensi sistem.

Beberapa tipe fuel cell

Alkali Fuel cell

Alkali Fuel cell beroperasi pada hindrogen dan oksigen yang terkompres. Ia umumnya menggunakan potassium hydroxide  (KOH) pada air sebagai elektrolitenya. Efisiensinya sekitar 70 persen dan temperatur ketika beroperasi adalah 150 sampai 200oC. Output dari cell berkisar antara 300 watt sampai 5 kilowatt. Cell alkasi digunakan pada penerbangan apollo untuk menyediakan energi listrik dan air minum. Fuel cell jenis ini membutuhkan hidrogen murni sebagai fuel. Namun, Platinumnya yang berfusing sebagai Katalis elektroda sangat mahal. Dan dikarenakan elektrolitenya bersifat cair, fuel cell ini bisa bocor.

(Gambar 1. Alkali Fuel Cell)

Molten Carbonate Fuel cell (MCFC)

MCFC menggunakan temperatur tinggi senyawa garam (seperti sodium atau magnesium, CO3) sebagai elektrolitenya. Rentang efisiensinya adalah 60 sampai 80 % dan temperatur operasinya sekitar 650 oC. Unit bisa menghasilkan output 2 MW sampai 100 MW. Panas yang terbuang dapat didaur ulang untuk menghasilkan tambahan energi listrik. Elektroda nikel yang berfungsi sebagai katalis tidak mahal jika dibandingkan jenis lain yang menggunakan katalis platinum. Namun, temperatur yang tinggi menjadi batasan untuk material dan keamanan. Cell jenis ini mungkin terlalu panas untuk penggunaan di rumah
(Gambar 2. Molten Carbonate Fuel Cell)

Phosporic Acid Fuel cell (PAFC)

PAFC menggunakan phosporic acid sebagai elektrolitenya. Rentang efisiensi berkisar antara 40 sampai 80 % dan temperatur operasi antara 150 sampai 200 oC. PAFC mampu memberi output berkisar dari 200kW sampai 11MW. PAFC memiliki toleransi terhadap karbon monokside sekitar 1,5 %, sehingga memperbanyak pilihan fuel yang bisa digunakan. Jika minyak bumi (gasoline) digunakan, sulfur harus dihilangkan. Elektroda platinum dibutuhkan sebagai katalis , dan seluruh internal part harus tahan terhadap korosi.

Proton Exchange Membrane (PEM)

PEM fuel cell bekerja dengan elektrolite polimer yang berbentuk lembaran yang tipis dan berpori. Efisiensi sekitar 40 sampai 50 %, dan temperatur operasi sekitar 80 oC. Range output umumnya berkisar antara 50 sampai 250 kW. Elektrolite yang solid dan fleksibel tidak akan menyebabkan terjadinya kebocoran dan keretakan. Cell ini beroperasi pada temperatur kerja yang sangat rendah sehingga menyebabkan  cell ini cocok untuk digunakan dirumah atau dimobil. Tetapi fuelnya harus dimurnikan, dan katalis platinum digunakan dikedua sisi membran (meninggkatkan biaya).
(Gambar 3. Phosporic Acid dan PEM Fuel Cell)

Solid Oxide Fuel cell


SOFC menggunakan senyawa keramik pada metal (seperti kalsium atau zirconium). Efisiensinya sekitar 60 persen dan temperatur operasinya sekitar 1000 oC. Output cell mencapai 100 kW. Pada temperatur yang tinggi, reformer tidak dibutuhkan untuk mengekstrak hidrogen dari fuel. Panas yang terbuang juga bisa didaur ulang kembali untuk menciptakan tambahan energi listrik. Namun, temperatur yang tinggi membatasi applikasi unit SOFC. Ditambah lagi ukurannya yang cenderung besar. Meskipun elektrolite merupakan benda padat yang tidak bisa bocor, elektrolite bisa retak.  
(Gambar 4. Solid Oxide Fuel Cell)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar