Apa itu Fuel cell?
Fuel cell adalah suatu alat yang menghasilkan listrik dari reaksi
kimia. Setiap fuel cell memiliki dua
elektroda, satu positif (anoda) dan satu negatif (katoda). Reaksi yang
menghasilkan listrik terjadi di elektroda – elektroda tersebut.
Setiap fuel cell juga memiliki elektrolite, yang membawa partikel listrik
dari satu elektroda ke elektroda lainnya, dan sebuah katalis yang mempercepat
reaksi pada elektroda.
Hidrogen adalah bahan bakar
utama, tetapi fuel cell juga
membutuhkan oksigen. Satu hal yang menarik dari fuel cell adalah ia dapat menghasilkan listrik dengan angka polusi
yang sangat kecil.
Sebuah fuel cell memproduksi listrik DC dengan jumlah yang sedikit
sehingga pada prakteknya, fuel cell
biasanya digabungkan.
Bagaimana fuel cell bekerja?
Tujuan dari fuel cell adalah untuk menghasilkan arus listrik yang bisa
digunakan untuk menghasilkan kerja, seperti memberi daya pada motor, lampu
bohlam, atau bahkan kebutuhan listrik di kota. Karena sifat listrik, arus
listrik kembali ke fuel cell,
menyelesaikan circuit listrik. Reaksi kimia yang memproduksi arus ini merupakan
kunci bagaimana fuel cell bekerja.
Terdapat beberapa jenis fuel cell, dan setiap fuel cell bekerja dengan cara yang
sedikit berbeda. Namun secara umum, atom hidrogen masuk ke fuel cell pada anoda dimana reaksi kimia membuat elektron pada
hidrogen terlepas. Ini menyebabkan atom hidrogen menjadi terionisasi dan
membawa muatan positif. Elektron bermuatan negatif melewati kawat sehingga
terjadinya kerja. Jika arus AC (Alternating
Current) dibutuhkan, output DC pada fuel
cell harus diubah menggunakan alat pengkonversi yang disebut converter.
Oksigen memasuki fuel cell pada katoda dan pada beberapa
tipe fuel cell, disana oksigen
bertemu dengan elektron yang kembali dari circuit elektrik dan juga bertemu ion
hidrogen berasal dari anoda yang sudah melewati elektrolite. Pada tipe fuel cell lain, oksigen membawa elektron
dan kemudian melewati elektrolyte menuju anoda, dimana ia bertemu dengan ion
hidrogen.
Electryolyte memiliki peranan
penting. Electrolyte harus mengijinkan hanya ion yang sesuai untuk lewat antara
anoda dan katoda. Jika elektron bebas atau substansi lain dapat melewati
electrolyte, mereka akan mengganggu reaksi kimia.
Selama fuel cell disupplai oleh hidrogen dan oksigen, fuel cell akan menghasilkan listrik.
Bahkan, dikarenakan fuel cell menghasilkan listrik secara
kimia, bukan secara pembakaran atau combustion,
ia tidak terpengaruh oleh hukum termodinamika yang membatasi pembangkit listrik
konvensional. Terlebih lagi, fuel cell
lebih efisien dalam mengekstrak energi dari bahan bakar. Panas yang terbuang
dari beberapa cell juga dapat dimanfaatkan, sehingga meningkatkan efisiensi
sistem.
Beberapa tipe fuel cell
Alkali Fuel cell
Alkali Fuel cell beroperasi pada hindrogen dan oksigen yang terkompres. Ia
umumnya menggunakan potassium hydroxide
(KOH) pada air sebagai elektrolitenya. Efisiensinya sekitar 70 persen
dan temperatur ketika beroperasi adalah 150 sampai 200oC. Output
dari cell berkisar antara 300 watt sampai 5 kilowatt. Cell alkasi digunakan
pada penerbangan apollo untuk menyediakan energi listrik dan air minum. Fuel cell jenis ini membutuhkan hidrogen
murni sebagai fuel. Namun, Platinumnya yang berfusing sebagai Katalis elektroda
sangat mahal. Dan dikarenakan elektrolitenya bersifat cair, fuel cell ini bisa bocor.
(Gambar 1. Alkali Fuel Cell) |
Molten Carbonate Fuel cell (MCFC)
MCFC menggunakan temperatur
tinggi senyawa garam (seperti sodium atau magnesium, CO3) sebagai
elektrolitenya. Rentang efisiensinya adalah 60 sampai 80 % dan temperatur
operasinya sekitar 650 oC. Unit bisa menghasilkan output 2 MW sampai
100 MW. Panas yang terbuang dapat didaur ulang untuk menghasilkan tambahan
energi listrik. Elektroda nikel yang berfungsi sebagai katalis tidak mahal jika
dibandingkan jenis lain yang menggunakan katalis platinum. Namun, temperatur
yang tinggi menjadi batasan untuk material dan keamanan. Cell jenis ini mungkin
terlalu panas untuk penggunaan di rumah
(Gambar 2. Molten Carbonate Fuel Cell) |
Phosporic Acid Fuel cell (PAFC)
PAFC menggunakan phosporic acid
sebagai elektrolitenya. Rentang efisiensi berkisar antara 40 sampai 80 % dan
temperatur operasi antara 150 sampai 200 oC. PAFC mampu memberi
output berkisar dari 200kW sampai 11MW. PAFC memiliki toleransi terhadap karbon
monokside sekitar 1,5 %, sehingga memperbanyak pilihan fuel yang bisa
digunakan. Jika minyak bumi (gasoline) digunakan, sulfur harus dihilangkan. Elektroda
platinum dibutuhkan sebagai katalis , dan seluruh internal part harus tahan
terhadap korosi.
Proton Exchange Membrane (PEM)
PEM fuel cell bekerja dengan elektrolite polimer yang berbentuk
lembaran yang tipis dan berpori. Efisiensi sekitar 40 sampai 50 %, dan
temperatur operasi sekitar 80 oC. Range output umumnya berkisar
antara 50 sampai 250 kW. Elektrolite yang solid dan fleksibel tidak akan
menyebabkan terjadinya kebocoran dan keretakan. Cell ini beroperasi pada
temperatur kerja yang sangat rendah sehingga menyebabkan cell ini cocok untuk digunakan dirumah atau
dimobil. Tetapi fuelnya harus dimurnikan, dan katalis platinum digunakan
dikedua sisi membran (meninggkatkan biaya).
(Gambar 3. Phosporic Acid dan PEM Fuel Cell) |
Solid Oxide Fuel cell
SOFC menggunakan senyawa keramik
pada metal (seperti kalsium atau zirconium). Efisiensinya sekitar 60 persen dan
temperatur operasinya sekitar 1000 oC. Output cell mencapai 100 kW.
Pada temperatur yang tinggi, reformer tidak dibutuhkan untuk mengekstrak
hidrogen dari fuel. Panas yang terbuang juga bisa didaur ulang kembali untuk
menciptakan tambahan energi listrik. Namun, temperatur yang tinggi membatasi
applikasi unit SOFC. Ditambah lagi ukurannya yang cenderung besar. Meskipun
elektrolite merupakan benda padat yang tidak bisa bocor, elektrolite bisa
retak.
(Gambar 4. Solid Oxide Fuel Cell) |